Helloo,,
Februari ini saya punya cerita perjalanan ke Kampung Naga tepatnya di Tasikmalaya.
dalam rangka mengambil nilai Ujian Akhir Semester dengan mata kuliah Lintas Budaya, yg sebelumnya kami berencana ke Jogjakarta di cancel menjadi ke tasikmalaya.
kampung Naga berada di Desa Neglasari Kec.Saluwu Kab.Tasikmalaya.
Kampung Naga adalah kampung adat yang masih sangat lestari. Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Namun, asal mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik terang. Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat ini.
Kampung Naga salah satu contoh bentuk respons manusia terhadap alam
lingkungan, melahirkan kekhasan kewilayahan, yang menjadi suatu
perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam
memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda.
Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya
ke Kampung Naga sekitar 30 Km,sedangkan dari Kota Garut
jaraknya + 26 KM. Untuk mencapai perkampungan ini tidaklah terlalu sulit. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya
Garut-Tasikmalaya harus menuruni anak
tangga (439 anak tangga) sampai ketepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar
45 derajat dengan jarak kira-kira 400-500 meter. Kemudian melalui jalan setapak
menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
Penduduk yang menghuni kampung ini sekarang
berjumlah 314 orang yang terbagi dalam 109 Kepala Keluarga (KK).
Tingkat Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas
hanya mencapai jenjang pendidikan sekolah dasar 6 tahun, karena keterbatasan biaya tapi adapula yang melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itupun hanya minoritas.
Pekerjaan pokok masyarakat Kampung Naga adalah sebagai
petani. Masyarakat Kampung Naga ini mempunyai mata pencaharian sampingan, yakni membuat kerajinan tangan
atau barang anyaman dari bambu.
Adanya
kolam, leuit, pancuran, saung lisung, rumah kuncen, bale, rumah suci, dan
sebagainya, menunjukkan ciri-ciri pola perkampungan Sunda. Demikian juga bentuk
rumahnya.
Di dalam Kampung Naga yang luasnya
sekitar 1,5 hektar ini, terdapat 112 bangunan ( awalnya 11 kemudian ditambah 1
bangunan lagi karena ada warga yang tadinya tinggal di luar, kembali lagi dan
menetap di kampung ini ), dengan rincian 4 bangunan khusus dan 110 bangunan
permukiman.
Pola pemukiman Kampung Naga merupakan pola
mengelompok yang disesuaikan dengan keadaan tanah yang ada dengan sebuah
lahan kosong (lapang) di tengah-tengah kampung. Kampung ini menolak aliran listrik dari pemerintah, karena semua bangunan penduduk menggunakan bahan kayu dan injuk yang mudah terbakar dan mereka khawatir akan terjadi kebakaran.
Seperti
kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat kampung naga juga memiliki aturan hukum
sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan keberadaan
aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki
banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat.
Penduduk Kampung Naga Mengaku mayoritas
adalah pemeluk agama islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka
juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.
Masyarakat Kampung
Naga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai adannya makhluk gaib yang
mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap angker.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada
mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk
halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam (“leuwi”).
Kemudian “ririwa” yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau
menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut “kunti anak”
yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia
suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan
tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh
masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget.
Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi
ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat
Kampung Naga .
Kampung Naga sebaiknya dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang
berhubungan dengan
Budaya.Adat
istiadat kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar dipandang oleh dunia,
karena jarang kampung-kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan dari
budaya yang di turunkan leluhurnya.Serta patut dijadikan percontohan dalam penataan lingkungan
permukiman.Mengarahkan masyarakat kampung naga agar mau bersekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar